Penulis: Meutia Azhani

(sumber : foto  Anthony Tran / Unsplash)
Pandemi Corona mempengaruhi segala aspek kehidupan di Indonesia, termasuk diliburkannya seluruh kegiatan belajar mengajar tatap muka di seluruh universitas. Banyak mahasiswa rantau yang memilih pulang ke kampung halamannya. Alasannya, tidak mau menjalani karantina sendirian di perantauan. Namun, hal ini tidak dirasakan Fabilla, salah satu mahasiswi Universitas Airlangga, terpaksa tidak pulang ke kampung halamannya di Kota Madiun, karena terjebak aturan PSBB oleh pemerintah.

Sejak awal diumumkan adanya kuliah daring, Billa memutuskan untuk tidak pulang ke kampung hingga menunggu pengumuman selanjutnya, namun ternyata ketika dua minggu berlalu, Billa tetap memutuskan untuk tidak pulang kampung dikarenakan takut membawa virus kepada keluarganya.
“Sebenernya sudah ditanyain sama orang rumah waktu Ujian Tengah Semester (UTS), kapan pulang gitu. Niat pribadi setelah uts balik, sepertinya itu bulan Maret. Nah di akhir bulan, tanggal 29 atau 30 begitu, ada teman dari Madiun mengajak pulang, terus aku juga nolak karena minggu sebelumnya itu, kita keluar ngerjain UTS bareng,” ungkap Billa dengan sedikit tertawa.

Gadis itu juga sempat membuat rencana untuk pulang kampung di minggu kedua bulan April. Namun sedihnya, Billa tetap tidak bisa melakukan rencananya tersebut karena adanya pemberlakuan PSBB yang membatasi segala akses transportasi umum. Hal tersebut yang mengakibatkan Billa merasa menyesal untuk tidak pulang kampung sebelum PSBB diberlakukan.

“Ya karena alasan menunda-nunda itu tadi yang seperti merasa kumanlah atau apalah. Disaranin orang tidak didengarkan, akhirnya tidak bisa pulang,” ungkapnya dengan rasa penyesalan.

Rasa penyesalan bercampur dengan rasa sedih. Billa merasa sangat sedih berada jauh dari keluarga di Madiun, karena total sudah 3 bulan ia tidak bertemu. Puncak kesedihan Billa terjadi saat bulan Ramadhan tiba, ia mengaku bahwa tahun ini merupakan Ramadhan pertama yang ia jalani tanpa orang tua. Satu hari menjelang lebaran, Billa mengaku sempat menangis sembari menelepon orang tuanya, ia benar-benar merasa sedih dan menyesal tidak dapat pulang kampung.

Meskipun Billa dilanda kesedihan, ternyata ia tidak larut begitu saja. Ia tetap produktif dalam mengisi hari-harinya dimasa karantina.

“Selama karantina ini lebih banyak self improvement sih, kan ada tuh wishlist di tahun ini lebih kenal diri sendiri gitu. Nah jadi kayak disediakan ruang hampir 3 bulan ini buat itu semua. Kegiatan apapun yang sekiranya bisa menggali potensi diri dan masalah kontrol diri agar lebih mengenal diri sendiri gitu. Ada sih seperti menulis, terus lebih menyempatkan waktu buat baca,” tutur Billa dengan nada yakin dan menggebu.

Rasa rindu yang dirasakan Billa seolah tak tertahankan, ia mengaku bahwa akhir-akhir ini terus mencari informasi mengenai protokol kedatangan di kampung, ia masih terus mencari informasi agar bisa kembali ke kampung halamannya. Billa mengungkapkan bahwa ia lebih merasa aman jika bersama keluarganya di kampung.

Beredarnya kabar new normal serta pengumuman tentang jadwal perkuliahan semakin membuat Billa sedih, meskipun begitu Billa tetap bersikeras untuk pulang ke kampung dengan alasan ia tidak mau mengulang penyesalannya di bulan April lalu.

Billa mengungkapkan ia harus tetap pulang meskipun hanya sebentar, “Jelas lah balik, pasti itu planning nomer satu, karena kemarin di bulan April itu sudah menyesal sebesar-besarnya gara-gara menunda itu, lalu bulan Mei sudah pasrah banget, terus akhirnya masuk Juni ini diusahakan balik gitu, walau sebentar,” jelasnya dengan sedikit tertawa. (Mut/WARTA KARSA)